Autobiografi ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Bisnis, disamping itu untuk lebih
memahami konsep diri saya sendiri, bagaimana saya berproses menjadi saya yang
sekarang, agar bisa belajar dari masa lalu dan semua pengalaman yang saya
dapatkan.
Nama
saya Ale Pradana Putra, saya lahir di Purwokerto pada tanggal 16 Januari 1997.
Saya anak pertama dari kedua orang tua saya. Ayah saya bernama Andi Saputra,
dan Ibu saya bernama Eka Cahyani. Kedua orang tua saya merupakan penduduk asli
Purwokerto. Ayah saya kelahiran 16 Maret 1975, beliau merupakan anak ketiga
dari enam bersaudara. Semua kakak dan adiknya berada di Purwokerto, pun dengan
Kakek dan Nenek dari Ayah saya. Kakek Nenek dan beberapa Saudara Ayah saya
bertempat tinggal di Dukuhwaluh, Purwokerto Timur. Saya pun sempat tinggal di
daerah itu bersama kedua orang tua saya sampai kelas X Sekolah Menengah Atas.
Ayah saya sempat bekerja sebagai pegawai swasta selama 10 tahun, lalu keluar
dan menjadi wiraswasta.
Ibu
saya kelahiran 19 November 1975. Beliau merupakan anak pertama dari empat
bersaudara. Kakek dan nenek dari Ibu saya berada di Lumbir, sekitar dua jam
dari Purwokerto. Ketiga adik dari Ibu saya berada di luar Purwokerto, satu di
Tangerang dan dua di Jambi. Biasanya kami berlibur ke salah satu adik dari Ibu
saya setiap liburan sekolah.
Oke
kita mulai dari masa kecil saya saat di Taman Kanak-kanak. TK tempat saya
menuntut ilmu sejak dini ini bernama TK UMP, karena memang berada di dalam
kompleks Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Gedung TK saya berada di belakang
Masjid Kampus, sehingga suasana religius sangat kental di dalam pengajaran tiap
harinya. Semua guru TK saya adalah Ibu-ibu, mereka semua sangat baik, bahkan beberapa
masih ada yang mengenali saya hingga saat ini. Setiap sebulan sekali di TK saya
dulu, ada makan bersama satu kelas, dimana makanannya dibelikan oleh wali murid
secara bergantian setiap bulan untuk seluruh murid dan guru. For your
information, saya tidak makan nasi sampai kelas 4 SD loh. Jadi jika di acara
makan-makan sebulan sekali itu menyajikan nasi, saya akan minta pulang tidak
mau makan sambil menangis haha! Saya sangat manja memang saat kecil, tapi saya
sangat senang masa kecil saya lumayan bahagia. Saya selalu dibelikan banyak
mainan oleh kedua orang tua saya, apapun yang saya minta, mungkin karena saya
masih anak tunggal, dan Ibu saya masih bekerja sebagai karyawan swasta pada
saat itu. Setiap hari yang saya pikirkan hanya bermain dengan teman-teman satu
RT. Kebetulan di dekat rumah saya ada sawah, sungai, dan banyak pohon. Jadi
hampir setiap hari saya main ke sawah, mencari ikan di sungai, atau memanjat
pohon untuk memakan buahnya (walaupun saya takut ketinggian). Setiap sore saya
mengaji di masjid dekat rumah bersama teman-teman saya, tak lupa mandi dulu
sebelum mengaji, dan berangkat dengan muka penuh bedak.
Beranjak
sedikit besar, saya masuk ke Sekolah Dasar, saya masuk ke SD Negeri 1 Kranji.
Lumayan jauh jika ditempuh dari rumah menggunakan sepeda motor, tetapi mungkin
karena orang tua saya mencari yang sekolah dengan kualitas, jarak yang jauh pun
rela mereka tempuh untuk mengantarkanku menuntut ilmu. Disini saya bertemu
banyak teman baru, mulai memasukki awal kejamnya dunia haha. Untuk masuk sekolah
ini, saya di tes untuk membaca dan menulis, karena didikan orang tua saya yang
tegas, saat TK saya sudah lumayan lancar membaca dan menulis, walaupun tulisan
saya jelek, tapi masih terbaca lah. Saya dapat diterima dengan mudah. Di bangku
kelas 1 SD, saya mendapat wali kelas yang galak, Bu Sarah namanya. Kami semua
sangat takut pada beliau, konon katanya, beliau memang harus seperti itu demi
membentuk mental awal kami menempuh pendidikan di sekolah berkualitas pada saat
itu, terima kasih, Bu! Setelah itu saya naik ke kelas dua, disini saya sangat
senang karena mendapat wali kelas yang sangat baik, saya lupa nama beliau,
Ibu-ibu yang pasti. Disini pertama kali saya diajarkan gerakan sholat dengan
detail oleh guru agama Islam kami. Jadi, sekolah saya berbentuk persegi dengan
lapangan besar di tengahnya. Ada kelas yang berada di dalam persegi, dan
beberapa kelas di bagian luar depan persegi. Sekolah saya ini terdiri dari
gabungan empat Sekolah Dasar. Nah, pada saat di kelas dua, kelas saya berada di
depan, dekat pagar keluar. Saat kelas satu, saya sangat ingin beli jajan dari
luar pagar, tapi karena sangat ramai dan badan saya yang kecil tidak bisa
dorong-dorong, saya lebih memilih membeli jajanan sehat yang kurang enak di
kantin. Di kelas dua ini, waktunya pembalasan. Karena dekat dengan pagar,
setiap bel istirahat berbunyi, saya langsung berlari ke pagar dan memilih
jajanan enak nan tidak sehat di depan mata. Siapa yang tak rindu momen ini
dimana kita bisa makan tanpa memikirkan kolesterol dan darah tinggi. Kita
langsung loncat ke kelas lima, disini saya baru merasakan dimana kemampuan otak
saya bisa lumayan dibanggakan. Saya memang tidak pernah masuk rangking sepuluh
besar sama sekali selama sekolah. Nah, pada kelas lima ini, saya dipilih oleh
wali kelas saya pada saat itu, Pak Heri, untuk mengikuti olimpiade matematika
tingkat kecamatan. Saya sendiri tidak tau menau kenapa saya dipilih ataupun
soal matematika seperti apa yang harus saya kerjakan. Saya hanya mendapat
beberapa latihan ekstra di luar kelas oleh Pak Heri untuk menghadapi lomba
tersebut. Saat hari lomba, saya hanya mengerjakan apa adanya yang saya bisa
kerjakan, nothing to lose. Eh ternyata, saya mendapat juara kedua dan berhak
maju ke tingkat Kabupaten. Wah saya sangat tidak menyangka kenapa bisa sampai
juara. Ternyata saya tidak sebodoh yang saya kira. Latihan pun menjadi lebih
banyak dan lebih sering, beberapa kali saya harus tidak mengikuti pelajaran di
kelas untuk berlatih soal olimpiade. Tapi entah kenapa saya merasa senang saat
mengerjakan soal soal itu, saya merasa tertantang harus menyelesaikannya. Lalu
hari lomba pun datang, seperti biasa saya mengerjakan sebisa dan semengertinya
saja. Ibu saya ikut datang pada saat lomba untuk memberikan semangat moral dan
mendoakan saya. Selesai mengerjakan, saya keluar dan bergabung bersama guru dan
orang tua saya. Mereka yang panik, saya biasa saja haha. Menunggu pengumuman
cukup lama, dan kebetulan guru saya merupakan panitia disitu. Tiba-tiba beliau
datang dan menyalami saya, dan beliau berkata bahwa kita harus menyiapkan lebih
banyak lagi untuk persiapan Olimpiade Sains Nasional tingkat Provinsi di
Semarang. Wow! Saya lolos, juara dua lagi. Ibu saya sangat bersyukur, tidak
menyangka anak bandel nya ini bisa lolos sebuah olimpiade matematika sampai tingkat
provinsi. Kalau tidak salah, ada waktu sekitar satu atau dua bulan sebelum
berangkat ke Semarang. Waktu itu saya sudah sangat jarang ikut pelajaran di
kelas, pihak sekolah memfokuskan saya untuk olimpiade, bahkan saya harus
mengikuti les tambahan di rumah Pak Heri. Jadi sistem olimpiade tersebut ada
tiga tahap, dan setiap tahap akan ada eliminasi. Wah saya sudah sangat pesimis
saat mendengarnya. Lalu berangkat lah kami satu rombongan perwakilan dari
Kabupaten Banyumas menuju Semarang. Ada empat murid dan empat guru, perwakilan
dari Olimpiade Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Disana kami diasramakan
selama sekitar dua atau tiga minggu per tahapnya. Masalah utama saya disini
adalah makanan, karena saya tidak bisa makan nasi, saya pun tidak terlalu suka
sayur. Jadi hampir setiap hari saya hanya makan nasi putih, kecap, telur dadar,
dan kerupuk, sungguh makanan yang bergizi. Beberapa kali Nenek dari Ibu saya
datang untuk menengok dan mengajak saya makan makanan yang lebih berasa dan
bergizi. Alhasil, saya lolos sampai ke tahap ketiga, lima belas besar, dan
terhenti sampai disitu. Saya sudah sangat bersyukur bisa sampai ke tahap ketiga
dan memperoleh banyak sekali ilmu.
Setelah lulus Sekolah Dasar, saya
melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Purwokerto. Ayah saya
menyarankan saya untuk mengikuti program akselerasi, awalnya saya tidak
mengetahui apa itu dan untuk apa program tersebut. Lalu saya mengikuti tes
khusus untuk mengikuti program tersebut. Setelah hasil tes keluar, saya
dinyatakan lolos dan berhak mengikuti program akselerasi. Setelah itu saya baru
tahu bahwa ternyata, hanya ada dua puluh satu siswa yang akan menjadi teman
sekelas saya dan saya hanya harus menempuh dua tahun untuk lulus dari SMP yang
mana normalnya adalah tiga tahun. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana materi
yang harus saya pelajari selama tiga tahun yang dijadikan dua tahun. Dan dengan
dua puluh satu siswa kami tidak berganti kelas selama dua tahun, itu artinya
saya hanya memiliki dua puluh satu teman selama menjalani masa SMP. Pelajaran
yang kami terima memang cukup padat dan banyak tugas yang harus dikerjakan.
Alhamdulillah saya bisa lulus dan melanjutkan sekolah ke Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Purwokerto. Ayah saya sempat menawarkan apakah mau saya mengikuti
kelas akselerasi lagi, saya dengan tegas menolaknya, saya ingin menikmati masa
masa sekolah. Di SMA ini saya lumayan kesulitan untuk berteman pada awalnya,
karena pada saat SMP saya hanya memiliki sedikit teman, jadi pada saat awal SMA
saya hanya mengenal beberapa orang yang satu SMP dengan saya. Pada waktu SMA
saya mencoba mencari teman sebanyak banyaknya, walaupun pada akhirnya saya
hanya memiliki beberapa teman dekat saja. Selama SMA saya hanya memiliki
seorang teman dekat yang sekelas dengan saya pada saat kelas sepuluh, dan
hingga sekarang kami masih berteman dekat. Pada saat SMA saya tidak mengikuti
organisasi apapun dan tidak aktif olahraga karena memang saya tidak bisa olahraga.
Saya banyak menghabiskan waktu bermain game online di warnet ataupun di rumah.
Saya sangat sering lupa waktu jika bermain game, bahkan hingga pagi hari
sehingga pada saat di kelas saya mengantuk dan sering tertidur pada saat
pelajaran berlangsung. Hal ini membuat nilai saya sangat jelek pada saat SMA
dan tidak menonjol sama sekali di bidang akademik. Pada saat kelas tiga, saya
baru menyadari betapa pentingnya nilai yang dibutuhkan untuk melanjutkan ke
tingkat Universitas. Saat melihat pilihan jurusan kuliah, sangat banyak jurusan
yang mensyaratkan tidak boleh buta warna, saya sangat bingung dalam memilih
jurusan karena jurusan yang saya inginkan pada saat itu, Teknik Mesin tidak
memperbolehkan mahasiswanya jika buta warna. Akhirnya saya mendaftar ke S1 jurusan
Statistika Universitas Gajah Mada. Saya mendaftar lewat jalur SBMPTN karena
saya yakin tidak diterima jika menempuh jalur SNMPTN. Dan dengan faktor doa
ibu, saya alhamdulillah dapat diterima menjadi mahasiswa di Statistika UGM.
Akhirnya saya dapat bebas dan menjadi anak kost, di tempat baru, awal baru,
teman baru. Tapi sebelum pengumuman SBMPTN itu, saya mengikuti Ujian Saringan
Masuk Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (USM STAN) yang disarankan oleh Ayah
saya. Pada saat pemilihan prodi, saya memilih prodi D1 Pajak karena ingin cepat
kerja dan mendapat uang sendiri. Saya tertarik untuk bekerja karena tidak bisa
membayangkan bagaimana rasanya kuliah empat tahun. Singkat cerita, pada saat
saya melakukan orientasi jurusan, pengumuman kelulusan USM STAN keluar. Saya
diterima di D1 Pajak, alhamdulillah. Tapi saat saya melihat lokasi pendidikan,
Manado. Saya tidak bisa berkata kata, Manado Sulawesi. Saya belum pernah naik
pesawat sama sekali. Saya langsung menelpon orang tua saya dan menanyakan
bagaimana keputusannya, karena masa depan yang pasti, orang tua saya
menyarankan untuk mengambil D1 Pajak STAN. Akhirnya dengan berat hati saya
harus meninggalkan teman-teman baru dan Jogja yang istimewa.
Dimulai lah lembaran baru di
kehidupan saya, merantau ke kota nun jauh di utara Sulawesi. Ini pengalaman
paling menarik dalam hidup saya, bagaimana saya harus beradaptasi dengan
lingkungan yang benar-benar baru dan sangat jauh dari orang tua. Disini saya
berusaha merubah pribadi saya menjadi yang lebih baik, lebih peduli terhadap
lingkungan dan mencoba berorganisasi. Saya mengikuti seleksi menjadi Polisi
Siswa dan terpilih sebagai Ketua. Tugas yang sangat berat, diamana saya harus
menegakkan disiplin teman-teman saya satu angkatan dan menjadi contoh yang baik
untuk mereka. Sementara saya sendiri susah diatur dan berantakan. Saya belajar
tanggung jawab mulai dari sini. Dan karena ada sistem kisi-kisi untuk soal UTS
dan UAS, saya mencoba membantu diri sendiri dan teman-teman dengan cara
mengompilasi kisi-kisi dari lima kelas lain dan meresume materi semua mata
kuliah. Lalu hasil kompilasi ini saya sebarkan ke teman-teman untuk mereka
belajar. Respon positif banyak diberikan oleh teman-teman saya, dan saya senang
melakukan itu, saya merasa sedikit berguna sebagai manusia. Banyak kenangan
indah pada masa kuliah walau hanya satu tahun, susah senang bersama di
perantauan, tak jarang kami harus berbagi satu sama lain untuk tetap survive
dan tidak terlalu merepotkan orang tua. Karena tiket pesawat yang mahal, jika
ada liburan yang cukup panjang, kami biasanya berlibur ke daerah wisata yang
ada di Manado. Kami patungan menyewa mobil dan pergi ke pulau, pantai, maupun
gunung. Karena semua kos kosan kami berada pada satu wilayah perumahan, kami
jadi sering bertemu dan berkumpul bersama untuk sekedar mengobrol bermain musik
atau mengerjakan tugas. Total mahasiswa BDK Manado pada saat itu adalah 149
siswa, dan hampir semuanya saling mengenal satu sama lain, karena hanya
terpisah menjadi lima kelas dan kos kami yang berdekatan. Kami pun diwajibkan
aktif mengikuti kegiatan sosial kepada masyarakat sekitar oleh pihak Balai
Diklat, sehingga kami makin solid. Lalu setelah menempuh pendidikan selama
setahun, kami pun lulus, tanpa ada satu pun yang gugur. Saya sendiri menghadapi
perasaan emosional yang cukup hebat disana, saya merasa inilah teman-teman yang
saya cari selama ini, susah senang bersama walau hanya satu tahun, dan saya
sangat menghargai pertemanan ini sampai sekarang.
Setelah lulus, kami dihadapkan
dengan persiapan mental untuk memasukki dunia kerja. Penempatan pertama saya
sangat mengagetkan, setelah nyaman hampir satu tahun saya magang di KPP Pratama
Purbalingga yang notabene sangat dekat dengan rumah, saya terpaksa melihat
pengumuman penempatan dan harus kembali merantau ke tempat baru. Ambon, Maluku.
Dalam bayangan saya adalah tempat yang masih ada kerusuhan dan banyak
kekerasan. Berbekal doa dan semangat dari orang tua, saya berangkat menuju
Ambon. Disana, saya dijemput oleh senior-senior yang sangat baik dan peduli.
Saya dan dua teman saya ditampung di rumah dinas yang mereka tempati, sambil
dicarikan rumah dinas atau mess yang kosong. Setelah hampir seminggu kami
menumpang, kami mendapat kamar di mess yang kosong. Saya sekamar berdua dengan
teman saya. Setelah sebulan bekerja di kantor baru, saya merasa ada yang tidak
pas di hati, mungkin karena saya anak baru dan memang kantor sudah penuh, saya
merasa tidak bisa mengeluarkan seluruh kemampuan saya. KPP Pratama Ambon ini
membawahi tujuh KP2KP yang tersebar di penjuru Maluku. Nah kebetulan, ada satu
KP2KP yang kekurangan pegawai, setelah saya mempertimbangkan banyak hal, saya
beranikan diri menghadap ke Kepala Subbagian Umum untuk mengajukan pindah ke
KP2KP Saumlaki. Saya masih harus menempuh perjalanan menggunakan pesawat selama
satu jam empat puluh menit untuk menuju ke Saumlaki. Di peta, Saumlaki terdapat
di atas Australia, dekat Darwin. Saya sudah tidak bisa membayangkan bagaimana
tempatnya nanti, tapi itu cukup menantang bagaimana saya berkomitmen terhadap
keputusan saya sendiri. Setelah sampai di Saumlaki, masih banyak sekali hutan,
bandaranya kecil, dan fasilitasnya masih sangat kurang, sedikit lucu saya
membayangkan bagaimana kehidupan saya disini nantinya.
Saya benar-benar harus belajar dari
nol lagi di KP2KP Saumlaki ini, pekerjaan yang benar benar baru dengan tanggung
jawab yang besar, ditambah keterbatasan fasilitas terutama sinyal internet yang
sangat susah membuat saya harus memutar dan memeras otak lebih dari biasanya.
Tiga bulan pertama cukup berat, saya harus beradaptasi dengan kondisi alam yang
sangat panas dan susah air, pilihan makanan yang terbatas dan bagaimana penjual
makanan memilih memperbanyak porsi dibanding citarasa. Belum lagi saya harus
belajar bagaimana berkomunikasi antar budaya dengan orang Saumlaki yang
cenderung keras dibandingkan saya yang berlatar belakang Jawa. Dan karena saya
merupakan pelaksana tunggal, banyak pekerjaan yang harus saya rangkap dan
kerjakan sendiri. Hal ini membuat saya semakin merasa tertantang dan ingin
berkembang lebih baik. Hampir tiga tahun saya bekerja di KP2KP Saumlaki, sangat
banyak pengalaman yang sudah saya terima, banyak sekali hal yang sudah saya
pelajari, titik terendah dan tertinggi hidup saya sampai saat ini ada di
Saumlaki. Tempat ini sudah merubah hidup dan kepribadian saya, menuntut saya
untuk lebih dewasa menghadapi masalah, banyak sekali orang yang membantu saya
disini. Bahkan saya bisa menganggap ini lah zona ternyaman saya sampai saat
ini, walaupun banyak sekali orang yang mengeluh bekerja disana, tapi saya merasa
senang dan bahagia di Saumlaki. Tak bisa dipungkiri, disinilah saya menemukan
arti hidup. Terima kasih Saumlaki dan seisinya. Saya tidak akan menolak jika
suatu saat harus kembali bertugas disana. Beta paleng cinta se.
Lalu disini lah saya sekarang,
kembali menuntut ilmu di PKN STAN untuk masa depan yang lebih baik. Mari
berproses bersama!